BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Peternakan adalah suatu komoditi yang sangat berperan penting dalam suatu
kehidupan manusia karena menyangkut aspek ekonomi dan lainya. Peternakan dapat
dilihat dari jenis, spesies dan bangsa ternak. Bangsa ternak adalah kelompok
ternak yang memiliki karakteristik yang tidak sama .untuk dapat menentukan
ciri-ciri dan identifikasi bangsa ternak maka pengetahuan tentang sifat
kualitatif dan kuantitaif harus adanya pengetahuan tentang dua hal
tersebut.adanya perbedaan .Sifat kuantitatif dan kuantitatif pada bangsa ternak
.karena masing-masing bangsa ternak dapat dijadikan indikasi perbedaan
bangsa.dan karakteristiknya ini hanya dimiliki individu bangsa ternak yang
tidak dimiliki bangsa lainya.
Dari segi permasalahan atau tujuan penelitian,
penelitian kuantitatif menanyakan atau ingin mengetahui tingkat pengaruh, keeretan korelasi atau
asosiasi antar variabel, atau kadar satu variabel dengan cara pengukuran,
sedangkan penelitian kualitatif
menanyakan atau ingin mengetahui tentang makna (berupa konsep) yang ada
di balik cerita detail para responden dan latar sosial yang diteliti.
1.2. Tujuan
1.
Mencatat
ciri-ciri kuantitatif dan kualitatif pada domba dan kambing
2.
Mencatat dan
mengetahui berat badan yang di miliki domba dan kambing.
3.
Membandingakan
bobot ternak dalam data dengan literatur (dalam buku).
1.3 Rumusan Masalah
1.
Apa saja
ciri-ciri kuantitatif dan
kualitatif yang di miliki domba dan
kambing?
2.
Bagaimana cara
menghitung berat badan pada domba dan kambing ?
1.4 Manfaat
1.
Mendapatkan ilmu
cara menghitung berat badan pada domba dan kambing.
BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di Domba dan Kambing Waktu yang di gunakan
yaitu hari Senin 11 Maret 2013 mulai pukul 09.00 WIB sampai selesai
2.2 Alat dan Bahan
1.
Alat Tulis
2.
Meteran
3.
Mistar Gesek
2.3 Bahan
1.
Domba
2.
Kambing
2.4 Cara Kerja
1.
Membawa alat dan
bahan
2.
Menuju ke tempat
praktek kandang Domba dan Kambing
3.
Mengamati
ciri-ciri yang di miliki damba dan Kambing
4.
Mencatat hasil
pengamatan
5.
Membuat laporan
BAB II
HASIL PRAKTIKUM
3.1. Hasil Pengamatan berdasarkan karakter sifat Kualitatif
1.
Jenis Ternak
2.
Bangsa Ternak
3.
Karakter Sifat
Kualitatif
1.
Domba Jantan
1.
Warna bulu putih
2.
Berbulu keriting
3.
Ekor menghadap
ke bawah
4.
Daun telinga pendek
5.
Kaki belakang
lebih panjang daripada kaki depan
6.
Leher panjang
2.
Domba Betina
1.
Daun telinga pendek
2.
Ambing besar
3.
Warna bulu putih
4.
Berbulu keriting
5. Ekor
menghadap ke bawah
1. Kambing Jantan
1. Warna ranbut hitam putih
2. Berambut lurus
3. Ekor menghadap ke atas dan pendek
4. Kuping panjang dan menggelantung
5. Tumbuh jenggot
6. Tanduk lebih dari 2 cm
2. Kambing Betina
1. Kuku kaki terbelah
2. Bertanduk kecil
3. Warna rambu hitam putih
4. Bentuk Bulu lurus
5. Ekor menghadap ke atas
3.2. Hasil Pengamatan Berdasarkan Karakteristik
Sifat Kuantitatif
1.
Jenis Ternak
2.
Bangsa Ternak
Karakteristik Sifat Kuantitatif
1. Domba Jantan
1.
Lingkar dada : 14 cm
2.
Panjang badan : 46 cm
3.
Lebar dada : 14 cm
4.
Tinggi badan : 23 cm
5.
Kedalaman dada : 23 cm
2. Domba Betina
1.
Lingkar
dada : 64 cm
2.
Panjang
badan : 51 cm
3.
Lebar dada : 12 cm
4.
Tinggi
badan : 57cm
5.
Kedalaman
dada : 26 cm
3. Kambing Jantan
1.
Lingkar
dada : 67 cm
2.
Panjang
badan : 55 cm
3.
Lebar dada : 23 cm
4.
Tinggi badan : 57 cm
5.
Kedalaman
dada : 17cm
4. Kambing Betina
1.
Lingkar
dada : 90 cm
2.
Panjang
badan : 79cm
3.
Lebar dada : 19cm
4.
Tinggi
badan : 83cm
5.
Kedalaman
dada : 31cm
BAB IV.
PEMBAHASAN
4.1 Sifat Kualitatif
Sifat kualitatif adalah sifat bangsa
ternak bedasarkan sifat-sifat yang tidak dapat diukur melainkan klasifikasi
individunya masuk dalam satu dari dua kelompok atau lebih ,sifat ini dapat
dilihat dari kenampakan yang tidak dapat diukur ,dan sedikit bahkan atau tidak ada hubunganya dengan kamapuan
produksi.
Contoh Sifat kualitatif pada ternak yakni:
Pada domba jantan dan betina adalah
warna bulu yang putih, rambut yang
gimbal,pada domba betina memiliki ambing. pada domba jantan memiliki tanduk,dan
berjenggot .sedangkan pada betina tidak memiliki tanduk,dan jenggot ekor
menghadap kebawah, dan kuku pada kaki terbelah.
Pada kambing jantan dan betina adalah warna bulu
putih kombinasi coklat dan hitam, bentuk rambut halus dan lurus, bagi jantan
memiliki tanduk yang bentuknya melingkar dan bagi betina menghadap ke atas,
ekor menghadap kambing jantan dan betina menghadap ke atas, kupingnya panjang
dengan menghadap kewah.
4.2 Sifat Kuantitatif
Sifat kauntitatif adalah sifat yang
tidak tampak dari luar dan tidak dapat diamati dengan mata telanjang, tetapi
dapat diukur dengan satuan terntentu. Sifat kuantitatif sangat berhubungan dengan produksi. Sifat
kuantitatif dipengaruhi oleh sejumlah besar pasang gen yang berperan secara
aditif, dimonans dan epistatik dan bersama-sam di pengaruhi oleh lingkungan
(non genetik), dengan mengetahui sifat ini aplikasinya dapat menghitung berat
badan, produksi daging, susu, dan pertumbuhan, Ciri-ciri sifat kuantitatif merupakan sifat yang dapat diukur dan
kontinyu, lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekaligus cacat
genetik bukan sifat kuantitatif. Sifat kuantitatif juga mempunyai nilai
ekonomis tinggi seperti produksivitas.
Berikut ini pendugaan berat badan
berdasarkan rumus Ario Darmoko yang
Contoh Sifat kuantitatif pada ternak yakni:
Pengukuran untuk kambing dan domba secara
kuantitatif:
1.
Kambing jantan
dan betina
1.
lingkar dada
jantan=67cm
2.
lingkar dada
betina=90cm
3.
panjang badan
jantan=55cm
4.
panjang badan
betina=79cm
2. Domba betina dan jantan
1.
Lingkar dada
jantan = 64cm
2.
Lingkar dada
betina = 66cm
3.
Panjang badan
jantan = 46cm
4.
Panjang badan
betina = 51cm
B. TANAMAN YANG MENINGKATKAN PRODUKSI TERNAK
Integrasi ternak dalam usaha tani adalah
menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak sapi di areal tanaman tanpa
mengurangi aktivitas dan produktivitas tanaman bahkan keberadaan ternak sapi
ini dapat meningkatkan produktivitas tanaman sekaligus meningkatkan produksi
sapi itu sendiri. Ternak sapi yang diintegrasikan dengan tanaman mampu
memanfaatkan produk ikutan dan produk samping tanaman (sisa-sisa hasil tanaman)
untuk pakan ternak dan sebaliknya ternak sapi dapat menyediakan bahan baku
pupuk organik sebagai sumber hara yang dibutuhkan tanaman. Sejalan dengan
program pemerintah dalam peningkatan populasi dan produksi ternak sapi yaitu melalui
program-program bantuan pengadaan bibit sapi maka hal ini sangat baik untuk
penerapan integrasi ternak sapi dalam usaha tani tanaman.
Dalam tulisan ini akan diuraikan
integrasi ternak sapi dengan tanaman pangan meliputi tanaman padi, jagung dan
hortikultura (sayuran dan buah).
1. Integrasi Ternak Sapi dengan Tanaman Padi
Usaha pemeliharaan ternak sapi dalam
suatu kawasan persawahan dapat memanfaatkan secara optimal sumberdaya lokal dan
produk samping tanaman padi. Pola pengembangan ini dikenal dengan sistem
integrasi padi ternak (SIPT). Pelaksanaan SIPT dilaksanakan melalui penerapan
teknologi pengolahan hasil samping tanaman padi seperti jerami padi dan hasil
ikutan berupa dedak padi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak sapi sebagai pakan
sapi. Sedangkan kotoran ternak sapi dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku
pupuk organik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah di areal
persawahan.
Produk samping tanaman padi berupa
jerami mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang ketersediaan pakan
ternak. Produksi jerami padi dapat tersedia dalam jumlah yang cukup besar
rata-rata 4 ton/ha dan setelah melewati proses fermentasi dapat menyediakan
bahan pakan untuk sapi sebanyak 2 ekor/tahun. Untuk dapat dimanfaatkan secara
optimal agar disukai ternak maka sebelum diberikan pada ternak dilakukan
pencacahan, fermentasi ataupun amoniasi.
Jerami padi yang telah difermentasi siap
untuk digunakan sebagai bahan dasar untuk pakan sapi namun dapat ditambahkan
dengan bahan pakan lainnya secara bersama-sama seperti hijauan legum (lamtoro,
kaliandra, turi) yang dibudidayakan di areal pematang atau pagar kebun.
Pemberian jerami disesuaikan dengan
ukuran tubuh sapi. Sapi dewasa umumnya diberikan sejumlah 20–30 kg jerami per
hari dan dipercikkan air garam untuk menambah nafsu makan. Penambahan bahan
pakan lain seperti dedak padi atau hijauan legum dapat disesuaikan dengan
ketersediaan bahan di lokasi. Kotoran sapi berupa feses, urine dan sisa pakan
dapat diolah menjadi pupuk organik padat dan cair untuk dimanfaatkan di areal
persawahan sedangkan sisanya dapat dijual untuk menambah pendapatan petani.
Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8 – 10 kg setiap hari, urine 7
– 8 liter setiap hari dan bila diproses menjadi pupuk organik (padat dan cair)
dapat menghasilkan 4 – 5 kg pupuk.
Dengan demikian satu ekor sapi dapat
menghasilkan sekitar 7,3 – 11 ton pupuk organik per tahun, sementara penggunaan
pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton/ha untuk setiap kali tanam
sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang kebutuhan pupuk organik
untuk 1,8 – 2,7 hektar dengan dua kali tanam dalam setahun.
2. Integrasi Ternak Sapi dengan Tanaman Jagung
Setelah produk utamanya dipanen hasil
ikutan tanaman jagung berupa daun, batang dan tongkol sebelum atau sesudah
melalui proses pengolahan dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan ternak
alternatif. Jumlah produk ikutan jagung dapat diperoleh dari satuan luas
tanaman jagung antara 2,5 – 3,4 ton bahan kering per hektar yang mampu
menyediakan bahan baku sumber serat/pengganti hijauan untuk 1 satuan ternak
(bobot hidup setara 250 kg dengan konsumsi pakan kering 3 % bobot hidup) dalam
setahun. Produk ikutan tanaman jagung sebelum digunakan sebagai bahan baku
pakan dapat diolah menjadi silase baik dengan atau tanpa proses fermentasi dan
amoniasi. Pemberian dalam bentuk segar atau sudah diolah disarankan sebaiknya
dipotong-potong atau dicacah terlebih dahulu agar lebih memudahkan ternak dalam
mengkonsumsi. Agar ternak lebih menyukai dapat ditambahkan molases atau air
garam.
Kotoran ternak yang telah diproses dapat
dipergunakan sebagai sumber energi (biogas) dan pupuk organik yang dapat
digunakan untuk memperbaiki struktur tanah pada lahan tanaman jagung.
3. Integrasi Ternak Sapi dengan Tanaman Hortikultura
(Sayuran dan Buah)
A. Tanaman Sayuran
Keterpaduan usaha ternak sapi dengan
tanaman sayur-sayuran merupakan salah satu upaya pemanfaatan produk
samping/ikutan yang dipelihara di kawasan sayur-sayuran atau memanfaatkan
sisa-sisa sayuran yang sudah afkir dan tidak layak dipasarkan yang dapat
digunakan sebagai pakan ternak sapi. Namun pemanfaatan limbah sayuran sebagai
pakan ternak tidak dapat diharapkan banyak karena limbah sayuran potensinya
sangat sedikit. Oleh karena itu pola keterpaduan antara ternak sapi dengan
areal tanaman sayur-sayuran dapat dilakukan secara terpisah antara ternak dan
areal tanaman sayuran atau merupakan satu kesatuan. Agar tidak mengganggu
tanaman sayuran maka ternak sapi harus dikandangkan.
Untuk memanfaatkan sisa-sisa rumput dari
pembersihan tanaman, sisa sayuran dan kotoran ternak sapi dibuat kompos dan
pupuk organik. Hasil pembuatan pupuk kompos maupun pupuk kandang diperlukan
untuk tanaman sayuran dalam rangka peningkatan produksi maupun mengurangi
ketergantungan pupuk buatan.
Manfaat yang diperoleh bagi ternak sapi lebih
ditujukan pada pemanfaatan hijauan yang ditanam pada areal tanaman sayuran
sebagai tanaman penguat teras dan sebagai tanaman pelindung. Dalam rangka
penyediaan pakan hijauan ternak dilakukan dengan pola tiga strata yaitu tanaman
sayuran, tanaman legum herba atau rerumputan dan tanaman legum pohon.
·
BAB IV.
SIMPULAN
Dalam pengamataan ini didapatkan data
yang sangat jelas, sehingga perbandinganya bisa di lihat dari sifat kuantitatif
maupun kualitatifnya, menyatakan tipe produksi yang dipengaruhi oleh sedikit
genetik Sifat kuantitatif bisa dilihat dengan cara mengamati dari pertambahan
bobot badan dan kadar lemak dalam daging dan susah dilihat dengan mata
telanjang. sehingga dengan jelas genetikanya dapat diperbaiki, jika melihat
dari segi kualitatif sifat ini adalah sifat asli yang dimiliki ternak dan tidak
ada hubunganya dengan kemampuan produksivitas, dan dapat dilhat dengan nyata.
Disamping itu untuk menambah produksi ternak pola makanan ternak dijaga dengan
baik sehingga ternak tidak mudah diserang penyakit, untuk makanan ternak dapat
diproleh di area penghijauan dengan memanfaatkan area perkebunan sebagai lahan untuk
makanan ternak.
Untuk memanfaatkan sisa-sisa rumput dari
pembersihan tanaman, sisa sayuran dan kotoran ternak sapi dibuat kompos dan
pupuk organik. Hasil pembuatan pupuk kompos maupun pupuk kandang diperlukan
untuk tanaman sayuran dalam rangka peningkatan produksi maupun mengurangi
ketergantungan pupuk buatan. Manfaat yang diperoleh bagi ternak sapi lebih
ditunjukan pada pemanfaatan hijauan yang ditanam pada areal tanaman sayuran
sebagai tanaman penguat teras dan sebagai tanaman pelindung. Dalam rangka
penyediaan pakan hijauan ternak dilakukan dengan pola tiga strata yaitu tanaman
sayuran, tanaman legum herba atau rerumputan dan tanaman legum pohon.
DAFTAR PUSTAKA
Farida E. 2000. Pengaruh
Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah
Eisenia foetida savigry.
Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor.
Sofyadi Cahyan, 2003. Konsep
Pembangunan Pertanian dan Peternakan Masa Depan. Badan Litbang Departemen Pertanian. Bogor.
Sihombing D T H. 2000. Teknik
Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan. Pusat
Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor
Soehadji, 1992. Kebijakan
Pemerintah dalam Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian. Jakarta.
Widodo, Asari, dan Unadi, 2005.
Pemanfaatan Energi Biogas Untuk Mendukung Agribisnis Di Pedesaan. Publikasi Balai Besar Pengembangan
Mekanisasi Pertanian Serpong.
Soeharsono, 2002. Anthrax
Sporadik, Tak Perlu Panik. Dalam kompas, 12 September 2002, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/12/iptek/anth29.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar