Selasa, 20 September 2016

Ciri-ciri Kuantitatif dan Kualitatif Pada Domba dan Kambing

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
Peternakan adalah suatu komoditi  yang sangat berperan penting dalam suatu kehidupan manusia karena menyangkut aspek ekonomi dan lainya. Peternakan dapat dilihat dari jenis, spesies dan bangsa ternak. Bangsa ternak adalah kelompok ternak yang memiliki karakteristik yang tidak sama .untuk dapat menentukan ciri-ciri dan identifikasi bangsa ternak maka pengetahuan tentang sifat kualitatif dan kuantitaif harus adanya pengetahuan tentang dua hal tersebut.adanya perbedaan .Sifat kuantitatif dan kuantitatif pada bangsa ternak .karena masing-masing bangsa ternak dapat dijadikan indikasi perbedaan bangsa.dan karakteristiknya ini hanya dimiliki individu bangsa ternak yang tidak dimiliki bangsa lainya.
Dari segi permasalahan atau tujuan penelitian, penelitian kuantitatif menanyakan atau ingin mengetahui  tingkat pengaruh, keeretan korelasi atau asosiasi antar variabel, atau kadar satu variabel dengan cara pengukuran, sedangkan penelitian kualitatif  menanyakan atau ingin mengetahui tentang makna (berupa konsep) yang ada di balik cerita detail para responden dan latar sosial yang diteliti.
1.2.  Tujuan
1.      Mencatat ciri-ciri kuantitatif dan kualitatif pada domba dan kambing
2.      Mencatat dan mengetahui berat badan yang di miliki domba dan kambing.
3.      Membandingakan bobot ternak dalam data dengan literatur (dalam buku).

1.3 Rumusan Masalah
1.      Apa saja ciri-ciri kuantitatif  dan kualitatif  yang di miliki domba dan kambing?
2.      Bagaimana cara menghitung berat badan pada domba dan kambing ?
1.4 Manfaat
1.      Mendapatkan ilmu cara menghitung berat badan pada domba dan kambing.














BAB II
METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan di Domba dan Kambing Waktu yang di gunakan yaitu hari Senin 11 Maret 2013 mulai pukul 09.00 WIB sampai selesai
2.2 Alat dan Bahan
1.      Alat Tulis
2.      Meteran
3.      Mistar Gesek
2.3 Bahan
1.        Domba
2.        Kambing
2.4 Cara Kerja
1.      Membawa alat dan bahan
2.      Menuju ke tempat praktek  kandang Domba dan Kambing
3.      Mengamati ciri-ciri yang di miliki damba dan Kambing
4.      Mencatat hasil pengamatan
5.      Membuat laporan



BAB II
HASIL PRAKTIKUM
3.1. Hasil Pengamatan berdasarkan  karakter sifat Kualitatif
1.      Jenis Ternak
2.      Bangsa Ternak
3.      Karakter Sifat Kualitatif
1.      Domba Jantan
1.      Warna bulu putih
2.      Berbulu keriting
3.      Ekor menghadap ke bawah
4.      Daun telinga  pendek
5.      Kaki belakang lebih panjang daripada kaki depan
6.      Leher panjang
2.      Domba Betina
1. Daun telinga pendek
2. Ambing besar
3. Warna bulu putih
4. Berbulu keriting
5. Ekor menghadap ke bawah
1. Kambing Jantan
1. Warna ranbut hitam putih
2. Berambut lurus
3. Ekor menghadap ke atas dan pendek
4. Kuping panjang dan menggelantung
5. Tumbuh jenggot
6. Tanduk lebih dari 2 cm
2. Kambing Betina
1. Kuku kaki terbelah
2. Bertanduk kecil
3. Warna rambu hitam putih
4. Bentuk Bulu lurus
5. Ekor menghadap ke atas
3.2. Hasil Pengamatan Berdasarkan Karakteristik Sifat Kuantitatif
1.      Jenis Ternak
2.      Bangsa Ternak
Karakteristik Sifat Kuantitatif
1. Domba Jantan
1.      Lingkar dada               : 14 cm
2.      Panjang badan             : 46 cm
3.      Lebar dada                  : 14 cm
4.      Tinggi badan               : 23 cm
5.      Kedalaman dada         : 23 cm

2. Domba Betina
1.      Lingkar dada        : 64 cm
2.      Panjang badan      : 51 cm
3.      Lebar dada            : 12 cm
4.      Tinggi badan         : 57cm
5.      Kedalaman dada   : 26 cm
3. Kambing Jantan
1.      Lingkar dada        : 67 cm
2.      Panjang badan      : 55 cm
3.      Lebar dada            : 23 cm
4.      Tinggi badan         : 57 cm
5.      Kedalaman dada   : 17cm
4. Kambing Betina
1.      Lingkar dada         : 90 cm
2.      Panjang badan       : 79cm
3.      Lebar dada            : 19cm
4.      Tinggi badan         : 83cm
5.      Kedalaman dada   : 31cm
                               



BAB IV.
PEMBAHASAN
4.1 Sifat Kualitatif
            Sifat kualitatif adalah sifat bangsa ternak bedasarkan sifat-sifat yang tidak dapat diukur melainkan klasifikasi individunya masuk dalam satu dari dua kelompok atau lebih ,sifat ini dapat dilihat dari kenampakan yang tidak dapat diukur ,dan sedikit bahkan atau  tidak ada hubunganya dengan kamapuan produksi.
Contoh Sifat kualitatif pada ternak yakni:
Pada domba jantan dan betina adalah warna bulu  yang putih, rambut yang gimbal,pada domba betina memiliki ambing. pada domba jantan memiliki tanduk,dan berjenggot .sedangkan pada betina tidak memiliki tanduk,dan jenggot ekor menghadap kebawah, dan kuku pada kaki terbelah.
Pada kambing jantan dan betina adalah warna bulu putih kombinasi coklat dan hitam, bentuk rambut halus dan lurus, bagi jantan memiliki tanduk yang bentuknya melingkar dan bagi betina menghadap ke atas, ekor menghadap kambing jantan dan betina menghadap ke atas, kupingnya panjang dengan menghadap kewah.
4.2 Sifat Kuantitatif
Sifat kauntitatif adalah sifat yang tidak tampak dari luar dan tidak dapat diamati dengan mata telanjang, tetapi dapat diukur dengan satuan terntentu. Sifat kuantitatif  sangat berhubungan dengan produksi. Sifat kuantitatif dipengaruhi oleh sejumlah besar pasang gen yang berperan secara aditif, dimonans dan epistatik dan bersama-sam di pengaruhi oleh lingkungan (non genetik), dengan mengetahui sifat ini aplikasinya dapat menghitung berat badan, produksi daging, susu, dan pertumbuhan, Ciri-ciri sifat kuantitatif  merupakan sifat yang dapat diukur dan kontinyu, lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sekaligus cacat genetik bukan sifat kuantitatif. Sifat kuantitatif juga mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti produksivitas.
Berikut ini pendugaan berat badan berdasarkan rumus Ario Darmoko yang
Contoh Sifat kuantitatif pada ternak yakni:
Pengukuran untuk kambing dan domba secara kuantitatif:
1.      Kambing jantan dan betina
1.      lingkar dada jantan=67cm
2.      lingkar dada betina=90cm
3.      panjang badan jantan=55cm
4.      panjang badan betina=79cm
2. Domba betina dan jantan
1.      Lingkar dada jantan    = 64cm
2.      Lingkar dada betina    = 66cm
3.      Panjang badan jantan  = 46cm
4.      Panjang badan betina  = 51cm

B. TANAMAN YANG MENINGKATKAN PRODUKSI TERNAK
Integrasi ternak dalam usaha tani adalah menempatkan dan mengusahakan sejumlah ternak sapi di areal tanaman tanpa mengurangi aktivitas dan produktivitas tanaman bahkan keberadaan ternak sapi ini dapat meningkatkan produktivitas tanaman sekaligus meningkatkan produksi sapi itu sendiri. Ternak sapi yang diintegrasikan dengan tanaman mampu memanfaatkan produk ikutan dan produk samping tanaman (sisa-sisa hasil tanaman) untuk pakan ternak dan sebaliknya ternak sapi dapat menyediakan bahan baku pupuk organik sebagai sumber hara yang dibutuhkan tanaman. Sejalan dengan program pemerintah dalam peningkatan populasi dan produksi ternak sapi yaitu melalui program-program bantuan pengadaan bibit sapi maka hal ini sangat baik untuk penerapan integrasi ternak sapi dalam usaha tani tanaman.
Dalam tulisan ini akan diuraikan integrasi ternak sapi dengan tanaman pangan meliputi tanaman padi, jagung dan hortikultura (sayuran dan buah).
1. Integrasi Ternak Sapi dengan Tanaman Padi
Usaha pemeliharaan ternak sapi dalam suatu kawasan persawahan dapat memanfaatkan secara optimal sumberdaya lokal dan produk samping tanaman padi. Pola pengembangan ini dikenal dengan sistem integrasi padi ternak (SIPT). Pelaksanaan SIPT dilaksanakan melalui penerapan teknologi pengolahan hasil samping tanaman padi seperti jerami padi dan hasil ikutan berupa dedak padi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak sapi sebagai pakan sapi. Sedangkan kotoran ternak sapi dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pupuk organik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah di areal persawahan.
Produk samping tanaman padi berupa jerami mempunyai potensi yang cukup besar dalam menunjang ketersediaan pakan ternak. Produksi jerami padi dapat tersedia dalam jumlah yang cukup besar rata-rata 4 ton/ha dan setelah melewati proses fermentasi dapat menyediakan bahan pakan untuk sapi sebanyak 2 ekor/tahun. Untuk dapat dimanfaatkan secara optimal agar disukai ternak maka sebelum diberikan pada ternak dilakukan pencacahan, fermentasi ataupun amoniasi.
Jerami padi yang telah difermentasi siap untuk digunakan sebagai bahan dasar untuk pakan sapi namun dapat ditambahkan dengan bahan pakan lainnya secara bersama-sama seperti hijauan legum (lamtoro, kaliandra, turi) yang dibudidayakan di areal pematang atau pagar kebun.
Pemberian jerami disesuaikan dengan ukuran tubuh sapi. Sapi dewasa umumnya diberikan sejumlah 20–30 kg jerami per hari dan dipercikkan air garam untuk menambah nafsu makan. Penambahan bahan pakan lain seperti dedak padi atau hijauan legum dapat disesuaikan dengan ketersediaan bahan di lokasi. Kotoran sapi berupa feses, urine dan sisa pakan dapat diolah menjadi pupuk organik padat dan cair untuk dimanfaatkan di areal persawahan sedangkan sisanya dapat dijual untuk menambah pendapatan petani. Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8 – 10 kg setiap hari, urine 7 – 8 liter setiap hari dan bila diproses menjadi pupuk organik (padat dan cair) dapat menghasilkan 4 – 5 kg pupuk.
Dengan demikian satu ekor sapi dapat menghasilkan sekitar 7,3 – 11 ton pupuk organik per tahun, sementara penggunaan pupuk organik pada lahan persawahan adalah 2 ton/ha untuk setiap kali tanam sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang kebutuhan pupuk organik untuk 1,8 – 2,7 hektar dengan dua kali tanam dalam setahun.
2. Integrasi Ternak Sapi dengan Tanaman Jagung
Setelah produk utamanya dipanen hasil ikutan tanaman jagung berupa daun, batang dan tongkol sebelum atau sesudah melalui proses pengolahan dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan pakan ternak alternatif. Jumlah produk ikutan jagung dapat diperoleh dari satuan luas tanaman jagung antara 2,5 – 3,4 ton bahan kering per hektar yang mampu menyediakan bahan baku sumber serat/pengganti hijauan untuk 1 satuan ternak (bobot hidup setara 250 kg dengan konsumsi pakan kering 3 % bobot hidup) dalam setahun. Produk ikutan tanaman jagung sebelum digunakan sebagai bahan baku pakan dapat diolah menjadi silase baik dengan atau tanpa proses fermentasi dan amoniasi. Pemberian dalam bentuk segar atau sudah diolah disarankan sebaiknya dipotong-potong atau dicacah terlebih dahulu agar lebih memudahkan ternak dalam mengkonsumsi. Agar ternak lebih menyukai dapat ditambahkan molases atau air garam.
Kotoran ternak yang telah diproses dapat dipergunakan sebagai sumber energi (biogas) dan pupuk organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki struktur tanah pada lahan tanaman jagung.
3. Integrasi Ternak Sapi dengan Tanaman Hortikultura (Sayuran dan Buah)
A. Tanaman Sayuran
Keterpaduan usaha ternak sapi dengan tanaman sayur-sayuran merupakan salah satu upaya pemanfaatan produk samping/ikutan yang dipelihara di kawasan sayur-sayuran atau memanfaatkan sisa-sisa sayuran yang sudah afkir dan tidak layak dipasarkan yang dapat digunakan sebagai pakan ternak sapi. Namun pemanfaatan limbah sayuran sebagai pakan ternak tidak dapat diharapkan banyak karena limbah sayuran potensinya sangat sedikit. Oleh karena itu pola keterpaduan antara ternak sapi dengan areal tanaman sayur-sayuran dapat dilakukan secara terpisah antara ternak dan areal tanaman sayuran atau merupakan satu kesatuan. Agar tidak mengganggu tanaman sayuran maka ternak sapi harus dikandangkan.
Untuk memanfaatkan sisa-sisa rumput dari pembersihan tanaman, sisa sayuran dan kotoran ternak sapi dibuat kompos dan pupuk organik. Hasil pembuatan pupuk kompos maupun pupuk kandang diperlukan untuk tanaman sayuran dalam rangka peningkatan produksi maupun mengurangi ketergantungan pupuk buatan.
Manfaat yang diperoleh bagi ternak sapi lebih ditujukan pada pemanfaatan hijauan yang ditanam pada areal tanaman sayuran sebagai tanaman penguat teras dan sebagai tanaman pelindung. Dalam rangka penyediaan pakan hijauan ternak dilakukan dengan pola tiga strata yaitu tanaman sayuran, tanaman legum herba atau rerumputan dan tanaman legum pohon.


·        












BAB IV.
SIMPULAN

Dalam pengamataan ini didapatkan data yang sangat jelas, sehingga perbandinganya bisa di lihat dari sifat kuantitatif maupun kualitatifnya, menyatakan tipe produksi yang dipengaruhi oleh sedikit genetik Sifat kuantitatif bisa dilihat dengan cara mengamati dari pertambahan bobot badan dan kadar lemak dalam daging dan susah dilihat dengan mata telanjang. sehingga dengan jelas genetikanya dapat diperbaiki, jika melihat dari segi kualitatif sifat ini adalah sifat asli yang dimiliki ternak dan tidak ada hubunganya dengan kemampuan produksivitas, dan dapat dilhat dengan nyata. Disamping itu untuk menambah produksi ternak pola makanan ternak dijaga dengan baik sehingga ternak tidak mudah diserang penyakit, untuk makanan ternak dapat diproleh di area penghijauan dengan memanfaatkan area perkebunan sebagai lahan untuk makanan ternak.
Untuk memanfaatkan sisa-sisa rumput dari pembersihan tanaman, sisa sayuran dan kotoran ternak sapi dibuat kompos dan pupuk organik. Hasil pembuatan pupuk kompos maupun pupuk kandang diperlukan untuk tanaman sayuran dalam rangka peningkatan produksi maupun mengurangi ketergantungan pupuk buatan. Manfaat yang diperoleh bagi ternak sapi lebih ditunjukan pada pemanfaatan hijauan yang ditanam pada areal tanaman sayuran sebagai tanaman penguat teras dan sebagai tanaman pelindung. Dalam rangka penyediaan pakan hijauan ternak dilakukan dengan pola tiga strata yaitu tanaman sayuran, tanaman legum herba atau rerumputan dan tanaman legum pohon.

DAFTAR PUSTAKA
Farida E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik Lain     Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah Eisenia           foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB, Bogor.
Sofyadi Cahyan, 2003. Konsep Pembangunan Pertanian dan Peternakan Masa Depan.       Badan Litbang Departemen Pertanian. Bogor.
Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan.             Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian   Bogor
Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan Penanganan           Limbah Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian.        Jakarta.
Widodo, Asari, dan Unadi, 2005. Pemanfaatan Energi Biogas Untuk Mendukung Agribisnis Di Pedesaan. Publikasi Balai Besar Pengembangan Mekanisasi          Pertanian Serpong.
Soeharsono, 2002. Anthrax Sporadik, Tak Perlu Panik. Dalam kompas, 12 September        2002, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/12/iptek/anth29.htm




Tidak ada komentar:

Posting Komentar